Saturday, December 8, 2012

Hadiah Bagi Penghina Rasulullah

بسم الله الرحمن الرحيم 

Benarkah Rasulullah ketika dicaci maki diam saja ? Kita lihat tindakan Rasulullah berikut ini terhadap pencaci maki dirinya (sebagai seorang Nabi & Rasul) dan pencaci maki agamanya ketika beliau telah Hijrah.

Ka’ab Sang Penghina
Tersebutlah Ka’ab bin Al-Asyraf salah seorang Yahudi keturunan Bani Nadhir yang menjadi pemimpin salah satu benteng Yahudi di tenggara Madinah. Ia berasal dari kabilah Tho’i, dari Bani Nabhan dan ibunya berasal dari Bani Nadhir.

Ia dikenal sebagai pemuda tampan milik Yahudi yang kaya raya waktu itu, ia juga suka berbuat baik kepada orang – orang Arab. Ia juga dikenal sebagai seorang penyair. Dengan sayirnya ia menghina Rasulullah – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya – habis - habisan.

Ketika pasukan kaum Muslimin dapat membunuh pemuka – pemuka musyrikin Quraisy yang suka menganiaya Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya- dan para Shahabatnya –semoga Alloh meridhoi mereka semua- , Ka’ab bin Al-Asyraf langsung memaki – maki Nabi dan kaum Muslimin di pasar – pasar Yahudi, di hadapan orang banyak.

Dengan propaganda provokatifnya, Ka’ab membangkitkan lagi semangat kaum musyrikin Quraisy untuk melawan dan membantai kaum Muslimin.

Berita tentang Ka’ab bin Al-Asyraf pun telah sampai ke telinga Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya- dan para Shahabatnya –semoga Alloh meridhoi mereka semua-.

Kemudian Alloh –Yang Maha Perkasa- menurunkan ayat :
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Alloh dan thoghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (An-Nisaa’ : 51)

Kemudian Ka’ab bin Al-Asyraf –semoga Alloh mengadzabnya- kembali lagi ke Madinah, sambil merangkum bait – bait syair baru yang menjelek – jelekan isteri – isteri para Shahabat dengan ketajaman lidahnya dan kedengkian hatinya.

Pada saat itu Rasulullah –semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya- mengajukan pertanyaan kepada sebagian Shahabatnya –semoga Alloh meridhoi mereka semua-, “Siapakah yang berani menghadapi Ka’ab bin Al-Asyraf  ?? Sesungguhnya ia telah menyakiti Alloh dan Rasul-Nya.”

Muhammad bin Maslamah bangkit dan berkata, “Saya Ya Rasulullah. Apakah engkau suka jika saya membunuhnya ?”

“Benar.” jawab Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-.

“Perkenankan saya untuk menyampaikan siasat (taktik untuk membunuh Ka’ab).” kata Muhammad bin Maslamah –semoga Alloh meridhoinya-.

“Katakanlah,” jawab Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-

Dalam siasat itu ada beberapa Shahabat yang maju ke depan, ya’ni Muhammad bin Maslamah, Ubbad bin Bisyr, Abu Na’ilah (saudara Ka’ab sepersusuan), Al-Harits bin Aus dan Abu Abbas bin Jabr. Yang memimpin batalyon (kelompok) ini adalah Muhammad bin Maslamah.


Memulai Skenario
Dan Muhammad bin Maslamah menjabarkan skenarionya untuk membunuh Ka’ab bin AL-Asyraf di  hadapan Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-.

Ibnu Maslamah pun mendatangi Ka’ab dan berkata, “Sesungguhnya Muhammad telah meminta shodaqah kepada kami, namun begitu ia juga telah banyak membantu kami.” katanya seolah – olah ia tidak suka kepada Rasulullah – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-.

Ka’ab menjawab, “kamu pasti akan merasa bosan menghadapinya.”

Muhammad bin Maslamah berkata lagi, “Sesungguhnya kami telah mengikutinya. Kami tidak akan meninggalkannya sebelum tau kemana dia akan membawa urusannya. Untuk itu beilah kami pinjaman beberapa gantang (untuk membayar shodaqoh ke Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-).”

“kalau begitu serahkan jaminannya.” sahut Ka’ab. Sebagai orang Yahudi, Ka’ab pun mengamalkan ajaran Yahudinya, ya’ni berbuat Riba. Meminjamkan uang dengan jaminan yang cukup besar.

“Apa yang kau inginkan ?” tanya Muhammad bin Maslamah.

“Wanita – wanita kalian.” jawab Ka’ab.

“Bagaimana mungkin kami menjaminkan wanita – wanita kami, sementara engkau adalah penduduk Arab yang paling tampan.” jawab Muhammad bin Maslamah.

“kalau begitu anak – anak kalian.” kata Ka’ab.

“Bagaimana mungkin kami menjaminkan anak – anak kami, bisa – bisa kami akan dicemooh nantinya.”

Ada yang berkata, “Memang harus ada jaminan untuk pinjaman beberapa gantang . Tapi itu merupakan aib bagi kami. Bagaimana jika kami menjaminkan senjata kami ?”

Maka Muhammad bin Maslamah berjanji akan mendatanginya lagi. Abu Na’ilah juga berbuat hal yang sama dengan ibnu Maslamah. Dia menemui Ka’ab dengan melantunkan syair – syairnya. Kemudian dia berkata, “Celaka wahai Ibnul Asyraf. Sesungguhnya aku datang untuk suatu keperluan.” Lalu Abu Na’ilah menyebutkan keperluannya dan meminta agar hal itu dirahasiakannya.

“Akan kutepati.” jawab Ka’ab.

“Kedatangan orang ini (Rasulullah) akan menjadi bencana bagi kami, karena bangsa Arab akan menyerang kami, melemparkan anak panah dari satu busur, memutus jalan kehidupan kami hingga keluarga kami menjadi terlantar, semua orang menjadi susah payah, kami dan keluarga kami akan menjadi payah juga.”

Kemudian terjadilah dialog panjang antara Abu Na’ilah dan Ka’ab bin Al-Asyraf seperti yang dilakukan Muhammad bin Maslamah. Abu Na’ilah menambahi, “Aku juga mempunyai beberapa kawan lain yang sependapat denganku. Aku akan datang bersama mereka nanti untuk menemuimu. Maka kau harus bersikap ramah kepada mereka.”

Sampai disini sempurnalah scenario suci yang telah mereka rancang sendiri. Sementara Ka’ab tidak boleh dan tidak bisa menolak keduanya untuk membawa senjata dan juga kawan – kawannya dalam pertemuan berikutnya.


Pembunuhan!
Pada suatu malam yang cerah, rembulan bersinar terang, 14 Rabi’ul Awwal 3 H, beberapa orang shahabat yang telah menjadi batalyon Muhammad bin Maslamah berkumpul di hadapan Rasulullah – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-. Beliau mengantar mereka sampai Baqi Al-Ghorqod, lalu menyampaikan arahan kepada mereka, “Pergilah atas nama Alloh. Ya Alloh, tolonglah mereka.” Setelah itu beliau – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya- kembali lagi ke rumah untuk sholat dan berdoa.

Batalyon itu (Muhammad bin Maslamah, Abu Na’ilah, Al-Harits bin Aus, Ubbad bin Bisyr dan Abu Abbas bin Jabr) berhenti di dekat benteng Ka’ab Al-Asyraf.  Abu Na’ilah memanggil Ka’ab dengan berbisik pelan. Maka Ka’ab bangkit untuk turun dari benteng.

“pada malam – malam begini engkau hendak pergi ?” tanya isterinya yang masih muda belia. Isterinya berkata lagi, “Aku mendengar sebuah suara seakan tetesan darah.”

“Mereka adalah saudaraku, Muhammad bin Maslamah, dan saudara susuanku, Abu Na’ilah. Jika dipanggil untuk urusan bunuh – membunuh yang namanya orang terhormat itu tentu akan menemuinya.” Kemudian dia keluar dari benteng , menyebarkan aroma harum da rambutnya disisir rapi.

Sementara itu, Abu Na’ilah berkata kepada teman – temannya, “Apabila dia sudah tiba, maka aku akan memelu kepalanya dan menciumnya. Jika kalian sudah melihatku sudah bisa memegag kepalanya, maka tikamlah dia dari belakang.”

Setelah Ka’ab Al-Asyraf tiba, mereka mengobrol barang sejenak. Lalu Abu Na’ilah berkata, “Wahai Ibnul Asyraf, maukah kau jalan – jalan bersama kami ke celah bukit, lalu kita mengobrol di sana menghabiskan sisa malam ini ?”

“Kalau memang itu yang kalian kehendaki.” jawab Ka’ab tanpa curiga. Dan mereka pun pergi.

“Aku tidak pernah merasakan yang lebih bagus dan harum daripada malam ini.” kata Abu Na’ilah sambil jalan – jalan.

Ka’ab terpedaya dengan apa – apa yang didengarnya dari mulut Abu Na’ilah. Ka’ab berkata, “aku pun mempunyai seorang wanita Arab yang paling harum baunya.”

“Kalau begitu bolehkan ku mencium aroma rambutmu ?” tanya Abu Na’ilah.

“Boleh saja.” jawab Ka’ab.

Abu Na’ilah mencium rambut Ka’ab, lalu memberi isyarat kepada kawan – kawannya. Setelah berjalan beberapa saat, Abu Na’ilah meminta lagi untuk bisa mencium rambut Ka’ab. “Bolehkah aku mencium rambutmu lagi ?”



“Boleh” jawab Ka’ab. Karena suasana yang akrab dan hangat ini Ka’ab merasa tenang hatinya. Lalu berjalan lagi beberapa saat, dan Abu Na’ilah meminta izin untuk bisa mencium rambut Ka’ab sekali lagi. Maka untuk yang terakhir kali ini Abu Na’ilah menyusupkan tangannya ke rambut Ka’ab sambil menjambaknya dengan kuat – kuat, dia pun berteriak, “Diamlah hai musuh Alloh!!!” 

Pedang kawan – kawan Abu Na’ilah (Al-Harits bin Aus, Ubbad bin Bisyr dan Abu Abbas bin Jabr) pun berseliweran ke arah Ka’ab, tapi sayangnya tidak ada yang kena. Lalu Muhammad bin Maslamah langsung menghunuskan belatinya dan menusukkannya ke punggung Ka’ab hingga tertembus ke perut bagian bawahnya. Lalu Ka’ab berteriak dengan sangat keras sampai para penghuni benteng bangun mendengarnya dan menyalakan pelita dari rumah – rumah mereka. Lalu matilah Ka’ab Al-Asraf –semoga Alloh mengadzabnya- dengan seketika.


Misi Suci Selesai
Lalu batalyon Muhammad bin Maslamah pulang dengan membawa kepala Ka’ab. Akan tetapi Al-Harist bin Aus terluka parah akibat sabetan pedang kawan – kawannya sendiri dan banyak mengeluarkan darah. Mereka terus berjalan denga cepat hingga tiba di Harratul Uraidh. Karena kondisi Al-Harits semakin melemah karena mengeluarkan banyak darah sehingga jalannya selalu tertinggal. maka kawan – kawannya pun membopongnya hingga sampai di Baqi’ Al-Ghorqod. Sesampainya di Baqi’ mereka bertakbir dengan suara keras hingga terdengar oleh Rasulullah – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-.


Beliau tau bahwa mereka telah berhasil melaksanakan tugas, lalu beliau ikut bertakbir juga. Setelah batalyon itu tiba di hadapan Rasulullah – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya-, maka beliau bersabda, “Wajah – wajah yang bruntung.”

“Begitu pula dengan engkah wahai Rasulullah.” kata mereka sambil melemparkan penggalan kepala Ka’ab di hadapan beliau.

maka beliau memuji Alloh atas terbunuhnya Ka’ab.Setelah itu beliau meludahi luka Al-Harits dan al-hamdu lillah lukanya pun sembuh dengan seketika, hingga tak tersisa lagi.



Yahudi Ketakutan
Setelah mengetahui terbunuhnya pemimpin mereka, Ka’ab Al-Asyraf, maka kaum Yahudi pun dirasuki perasaan cemas dan takut. Kini mereka tau, bahwa Muhammad Raslullah – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya- tidak sungkan – sungkan untu melawan orang – orang yang selalu memusuhi agamanya dan kaum Muslimin.

Keluarlah sifat asli Yahudi, mereka pun tidak berani berbuat apa – apa atas kematian pemimpinnya itu. Mereka pun bagai ular yang masuk lagi ke dalam sarangnya.



Hikmah Kisah
Dari kejadian yang pernah terjadi itu, sangatlah jelas bahwa hukuman bagi penghina Nabi adalah DIBUNUH!

Dan Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya- pun merestuinya. Meskipun bagi sebagian para pengamat dan pejabat bodoh menganggap itu melanggar HAM (alat yang dimainkan musuh Alloh untuk membungkam ajaran Islam).

Dengan dibunuhnya penghina tersebut secara tragis, dapat menimbulkan efek yang sangat indah. Efek samping itu adalah menjadi takutnya musuh – musuh Alloh, menjadi gentarnya hati – hati mereka jika ingin mencela atau berbuat jahat terhadap kaum Muslimin ataupun ajarannya.

Jika keadaan itu sudah terjadi, maka tidak akan ada lagi pelecehan agama, dan semata – mata agama ini hanya untuk-Nya –Yang Maha Tinggi-. Maka terjadilah situasi dan kondisi yang aman dan terkendali.

Itulah yang dimaksud Rahmatan Lil ‘Alamiin (rahmat bagi seluruh alam).


Semoga kita semua bisa menerapkan apa – apa yang Nabi – semoga Alloh limpahkan sholawat dan salam baginya- telah merestuinya, Insyaa’ Alloh.

No comments:

Post a Comment