Thursday, November 29, 2012

Kisah Teladan Uwais Al Qorni

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Beliau adalah Uwais bin Amir bin Jaz-un bin Malik al-Qorni, al-Muradi, al-Yamani. Nama qunyah beliau adalah Abu Amr, beliau adalah suri teladan dalam kezuhudan, beliaulah salah satu dari pemimpinnya para.tabi’in pada zamannya.
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik tabi’in adalah seorang lelaki yang dipanggil Uwais, dia mempunyai seorang ibu, dan padanya terdapat tanda putih (di bawah pundaknya –red), maka suruhlah dia untuk memintakan ampun bagi kalian.(HR. Muslim).
Tahukah anda bagaimana Uwais menjadi begitu terkenal dan namanya sering disebut di bibir penduduk langit? Uwais Al-Qarni, seorang pemuda miskin yang tidak dikenali dikalangan orang kebanyakkan ketika itu.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Pemuda ini hidup di zaman Rasulullah namun tidak pernah bertemu baginda. Walaupun tidak pernah bertemu karena Uwais akan tetapi berkeinginan menemui Rasulullah, namun ketaatan menjaga ibunya yang sudah uzur menyebabkan Uwais terpaksa memendamkan hasrat di hati.
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera.dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera.memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tidak tega ditinggalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, “Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira.ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera.ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah istri Rasulullah shallahu alahi wassalam, ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais.
Segera.saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.

Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara.hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada  ’Aisyah r.a. untuk segera.pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, ‘Aisyah r.a. dan para.sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera.pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Sesudah itu Rasulullah S.A.W, memandang kepada Ali. RA.dan Umar RA.dan bersabda:
“Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.”
Tahun terus berjalan, dan tidak lama kemudian Nabi S.A.W wafat, hinggalah sampai waktu khalifah Abu Bakar as-Shiddiq RA. telah digantikan dengan Khalifah Umar R.A.
Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi S.A.W tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera.mengingatkan kepada Ali R.A.untuk mencarinya bersama.
Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, mereka berdua selalu bertanya tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara.kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai ia dicari oleh beliau berdua.
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera.khalifah Umar RA.dan Ali R.A.mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka.
Rombongan itu mengatakan bahawa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar RA.dan Ali R.A.memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri sholatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.
Sewaktu berjabat tangan, Khalifah Umar segera.membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi S.A.W.
Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
“Siapakah nama saudara?”
“Abdullah.” Jawab Uwais.
Mendengar jawapan itu, kedua sahabat pun tertawa dan mengatakan,
“Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?”
Uwais kemudian berkata “Nama saya Uwais al-Qarni.”
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, dia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali K.W. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah,
“Sayalah yang harus meminta doa daripada kalian.”
Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata,
“Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar daripada anda.”
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar RA.berjanji untuk menyumbangkan uang negara.daripada Baitulmal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera Uwais menolak dengan halus dengan berkata,
“Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam dan tidak terdengar beritanya.
Beberapa waktu kemudian, tersiar khabar Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafankannya.
Demikian juga ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Kepergian Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tidak kenal datang untuk mengurus jenazah dan pengebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang.
Sejak dia dimandikan hingga jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa? Kerjanya hanyalah sebagai penggembala?”
“Namun, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenali. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya.”
Agaknya mereka adalah para.malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al-Qarni.
“Dialah Uwais al-Qarni, tidak terkenal di bumi tapi sangat terkenal di langit.”
Subhanallah…Apa Rahasia Uwais Al-Qarni sehingga martabatnya begitu tinggi di sisi Allah? Kuncinya adalah Uwais  seorang anak yang taat, menjaga ibunya sehingga ibunya meninggal dunia…Hidup di zaman Rasulullah tetapi rela tidak sempat menemui baginda karena ketaatan kepada ibunya…

sumber : qurantafsiriyah.com

No comments:

Post a Comment