Beragam alasan mualaf menemukan kebenaran Illahiah melalui Islam. Bagi
Lee Kang Hyun, Direktur PT Samsung Elektronic Indonesia, Islam dipilih
karena dinilai sebagai agama yang mengajarkan keramahan dan solidaritas
kepada sesama. Sekitar 10 tahun pria kelahiran Seoul Korea Selatan ini
telah menjadi Muslim. Dan sepanjang waktu itu pula, dia merasa dorongan
untuk beramal kian membesar.
Di tengah kesibukan sebagai orang
nomor satu di perusahaan elektronik papan atas ini, ia menyempatkan diri
untuk mengajarkan Islam pada kedua anaknya. "Kegiatan itu cukup menyita
waktu. Namun dengan demikian, sekaligus akan berarti saya juga terus
belajar tentang Islam," bilang Lee.
Mulai tertarik Islam sejak
bersahabat dengan orang Indonesia pada penghujung 1980-an, Lee beruntung
memiliki ayah mertua yang cukup banyak mengetahui Islam. Maka
korespodensi hingga diskusi soal agama selalu mengisi waktunya bila dia
bertemu mertua. Kesan Islam sebagai agama damai, menurut Lee, dia
dapatkan saat mulai lebih banyak belajar tentang Indonesia. Semakin dia
ingin mengetahui soal Indonesia, kian terasakan betapa bangsa ini
merupakan komunitas yang beragam namun memiliki semangat bersama dan
saling berbagi.
Lee menjadi lebih dalam memperhatikan Islam,
setelah dia mengenal keluarga Roshim Hamzah, mantan pejabat BNI, yang
dilihatnya amat tekun beribadah. Yang dia ingat, bapak angkatnya itu
selalu menjalankan shalat tepat waktu, dan membaca Alquran usai shalat.
"Selesai shalat atau membaca Quran, bapak itu rona mukanya terlihat amat
segar dan tenang. Sepertinya membaca Alquran itu sebagai obat. Paling
tidak obat stress karena pekerjaan," kenang Lee.
Sejak 1988, Lee
memang sering bertandang ke Indonesia. Awalnya kedatangan itu karena
korespondensi dengan tamannya yang kebetulan mahasiswa Universitas
Indonesia. Dia bahkan sempat tinggal beberapa minggu di rumah karibnya
itu, Novianto. Dari persahabatan itu, dan pengalamannya mendatangi
sejumlah tempat di Indonesia, keramahan dan keakraban masyarakat
Indonesia amat membekas di dalam hatinya.
Situasi ini diakuinya,
seperti kondisi Korea Selatan pada era 1970-an, saat ia masih anak-anak.
Ketertarikannya kepada kehidupan masyarakat Indonesia yang kemudian
semakin membuatnya tertarik ingin lebih tahu agama paling besar di sini,
Islam.
Lee tak menyangka jika di kemudian hari, kedekatan
batinnya dengan Indonesia mengantarnya untuk menduduki posisinya
sekarang. Usai menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Hankuk
University Korea Selatan pada 1991, dia kemudian bergabung dengan
perusahaan elektronik terbesar di negaranya, Samsung.
Dua tahun
menekuni bidang ekspor, diapun mendapat promosi jabatan. Karena dinilai
banyak mengetahui Indonesia, maka penugasan berikutnya yang membawanya
kembali ke Indonesia pada 1993. "Saat itu adalah kali kedelapan saya ke
Indonesia. Walaupun senang tapi tak terlalu surprise," ujarnya.
Namun,
lanjut pria ini, pada kesempatan ke Indonesia yang kedelapan itu
dirinya memiliki beban psikologis lebih tinggi. Kalau sebelumnya, datang
ke Indonesia karena berlibur dan belajar banyak hal, pada 1993 dia
datang ke Indonesia dengan tanggung jawab lebih besar. Ini karena Lee
ditunjuk sebagai Menejer Ekspor-Impor di PT Samsung Electronic
Indonesia.
Walaupun berurusan dengan soal ekspor-impor, Lee juga
mencoba dekat dengan para karyawannya. Terutama, ia ingin mendorong etos
kerja buruh menjadi lebih baik. Ia pun menjadi 'pengamat'. Dilihatnya,
terdapat korelasi signifikan antara agama dengan prestasi kerja. "Mereka
yang tekun dan disiplin shalat ternyata adalah karyawan yang bisa
berprestasi," ujarnya.
Maka rasa ketertarikan kepada Islam pun
kian menari dalam sanubarinya. Diakuinya pula, keinginan memeluk Agama
Illahi yang paling sempurna itu juga karena keinginan lebih dekat dengan
lebih 2.000 karyawan di pabrik Samsung di Cikarang Jawa Barat. "Bukan
karena unsur lain. Tapi memang kalau saja saya Islam, maka bila harus
menyatukan diri dengan para karyawan, saya bakal lebih diterima. Namun
intinya bukan karena mayoritas Islam terus saya jadi Islam. Bukan karena
itu," tegasnya.
Pria kelahiran 16 Juli 1966 ini mengaku sempat
gamang dalam perjalanan menemukan kebenaran Islam. Perasaan itu justru
kian menjadi setelah keinginannya memeluk Islam kian besar.
Beruntung,
ia mendapat teman diskusi yang mumpuni, salah satunya Roshim Hamzah,
mantan pejabat BNI yang berdarah Aceh. "Pak Roshim tak pernah memaksakan
kehendak. Dia malah lebih banyak hanya memberi contoh bagaimana bisa
taat beragama dengan tetap bisa berkarya secara profesional," kenang
Lee. Maka belum setahun berkarya di Indonesia keputusan berislam pun
diputuskan. Pada tahun 1994, Lee Kang Hyun resmi memeluk Islam setelah
bersyahadat di Masjid Sunda Kelapa Jakarta.
Sebagai Muslim, ia
mengaku masih banyak 'bolong'-nya. Diakuinya, belum semua ketentuan
waktu shalat diikutinya. "Tapi setiap hari saya pasti shalat, walaupun
memang belum lima waktu." Shubuh adalah waktu shalat yang paling sering
terlewatkan. Soalnya kebiasan tidur menjelang fajar menjadikan sulitnya
dia terbangun di pagi hari.
Soal larangan mengonsumsi daging
babi, menurut Lee, amat mudah dia tinggalkan selekas masuk Islam. Namun
soal minuman beralkohol, belum sepenuhnya ditinggalkan, terutama saat
'puulang kampung' ke Korea. "Minum Soju itu identik dengan budaya Korea
dan rasa penghormatan terhadap semasa manusia. Maka jujur saja, saya
belum bisa mencari jalan keluar untuk meninggalkan budaya itu. Tapi
suatu saat saya yakin bisa," ujarnya. Asal tahu saja, di Korea, Islam
masih dianggap sebagai sekte aneh'.
Dua tahun ber-Islam, Lee
mengaku mendapat berkah paling besar dengan menemukan jodohnya, wanita
asal Sumedang, Jawa Barat. Mereka dikaruniai dua anak laki-laki, Bonny
Lee (7) dan Boran Lee (2). Seiring pertumbuhan buah hatinya, ia makin
terketuk untuk makin mendalami Islam. "Soalnya bagaimana saya bisa
mendidik anak dalam soal agama dengan baik, kalau saya sendiri
pengetahuan Islamnya masih perlu diperdalam," katanya.
Maka Allah
pun memberi jalan mudah. Sang ayah mertua merelakan waktunya untuk
berbagi pengetahuan Islam kepada menantunya yang masih berbangsa Korea
ini. Sekarang, setiap Sabtu, dia selalu menerima surat dari ayah
mertuanya yang berisikan topik bahasan Islam. "Selain surat, ayah sering
mengirimkan pula data-data dan dokumen lain soal Islam. Lalu saya
selalu meluangkan waktu untuk mendiskusikannya dengan Bonny, yang sekarang mulai besar," ceritanya.
Seiring
dengan perjalanan karier Lee yang terus menanjak, hingga sekarang
dipercaya menempati posisi Direktur PT Samsung Eelectronic Indonesia,
kebiasaan 'menyebar' uang dan berbagi rezeki kepada kaum dhuafa terus
menjadi kesehariannya. Namun ia menolak membicarakan hal itu. "Saya
hanya ingin berbagi dan mendidik anak-anak supaya tahu kewajiban saling
membantu sesama," tukasnya. Satu lagi yang masih menjadi cita-citanya,
pergi ke Tanah Suci untuk berhaji. "Saya ingin ke Mekkah untuk berhaji.
Tapi sampai sekarang belum mendapat izin cuti lebih sebulan," tuturnya.
Nama: Lee Kang Hyun
Tempat tanggal lahir: Seoul, 16 Juli 1966
Status pernikahan : Menikah dengan dua anak
Pendidikan
* 1991: Sarjana Manajemen Ekonomi Hankuk University (Korea),
* 2000: Mendalami E-commerce di Carnegie Mellon University, Pittsburgh - USA
Pengalaman kerja:
* 1986 - 1988 : Military training requirement
* 1991 : Samsung Electronics, Ltd (Export Team Audio-Video)
* 1993 : manajer ekspor-impor Samsung Electronics Indonesia
* 1998 - 2002 : Export-Import, Project General Manager
* 1999 - 2002 : General manager marketing Samsung Electronics Indonesia
* 2003 - sekarang : Direktur Samsung Electronics Indonesia
[sumber : Cerita Islami/Kisah Mualaf dari mailing list masjid_annahl]
No comments:
Post a Comment